A. Hukum
Perjanjian
Peranan hukum yang kuat sangat dibutuhkan oleh suatu Negara untuk mewujudkan
situasi Negara yang kondunsif dan berkomitmen.Indonesia merupakan salah satu
Negara hukum dimana setiap tata cara pelaksanaan kehidupan didalamnya
berlandaskan hukum.Mulai dari yang berbentuk tertulis maupun yang berbentuk
abstrak.Dan dimana hukum tersebut dijalankan oleh pemerintah dan rakyatnya.
*Apa Itu
Hukum Perjanjian?
Salah satu bentuk
hukum yang berperan nyata dan penting bagi kehidupan masyarakat adalah Hukum
Perjanjian.Hukum perjanjian merupakan hukum yang terbentuk akibat adanya suatu
pihak yang mengikatkan dirinya kepada pihak lain.Atau dapat juga dikatan hukum
perjanjian adalah suatu hukum yang terbentuk akibat seseorang yang berjanji
kepada orang lain untuk melakukan sesuatu hal.Dalam hal ini,kedua belah pihak
telah menyetujui untuk melakukan suatu perjanjia tanpa adanya paksaan
maupun keputusan yang hanya bersifat sebelah pihak.
*Kenapa Diciptakan Hukum Perjanjian?
Dapatkah anda
membayangkan resiko apa yang akan terjadi pada transaksi pinjam meminjam
apabila tidak ada perjanjian yang jelas?Salah satu kemungkinan yang akan
terjadi adalah salah satu pihak akan mangkir dari tanggung jawab untuk membayar
kewajibannya.Inilah salah satu penyebab mengapa dikeluarkannya hukum perjanjian.Hukum
perjanjian dikeluarkan dengan tujuan agar semua proses kerjasama yang terjadi
dapat berjalan dengan lancar dan untuk mengurangin resiko terjadinya penipuan
atau hal apapun yang beresiko merugikan salah satu pihak.Peranan hukum disini
adalah sebagai pengatur atau sebagai penunduk para pelaku hukum agar tetap
bertindak sesuai peraturan yang telah ditentukan,dan tentunya peraturan yang
dimaksud adalah peraturan yang berlandaskan UUD.contohnya Pasal 13 ayat 20 KUH
Perdata mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian.
*Untuk Siapa Hukum
Perjanjian Di Tujukan?Dan Kapan Terjadinya?
Hukum perjanjian
dilakukan oleh dua pihak yang saling bekerjasama.Ketika merka sepakat untuk
melakukan kerja dengan disertai beberapa syarat(perjanjian) maka pada saat itu
sudah terjadi hukum perjanjian.Sebagai contoh dan untuk memudahkan dalam
penalaran,misalnya pada pasar uang hukum perjanjian dilakukan oleh kedua belah
pihak,yaitu investor dan emiten.Dikeluarkannya hukum perjanjian adalah untuk
melindungi investor dari berbagai resiko yang mungkin akan terjadi.Hukum
perjanjian tidak hanya menyangkut masalah ekonomi.Hukum perjanjian juga
mengatur berbagai kerjasama yang menyangkut dua pihak yang terkait.Misalnya
hubungan antar Negara(bilateral maupun multilateral),pengalihan kekuasaan,mengatur
harta warisan,perjanjian kontrak kerja,perjanjian perdamaian. Di
Indonesia,tidak semua perjanjian yang isinya merupakan kesepakan murni antara
dua belah pihak.Tetapi ada juga beberapa perjanjian yang didalamnya terdapat
campur tangan pemerintah.
*Bagaimana Proses Terjadinya Hukum Perjanjian?
Hukum
perjanjian merupakan suatu yang terbentuk dengan mempertimbangkan
berbagai aspek yang akan terkait didalamnya.Berikut akan dijelaskan
proses terjadinya atau bagaimana terjadinya hukum perjanjian.Berikut ini akan
dijelaskan bagaimana proses terbentuknya hukum perjanjian.
Hukum perjanjian
terbentuk dengan beberapa asas-asas perjanjian.
1.Asas Itikad Baik
Dalam konteks ini,yang dimaksud dengan itikad baik adalah hukum perjanjian
tersebut dibentuk dengan suatu tujuan dapat memberikan manfaat bagi kedua belah
pihak.Yang diharapkan disini adalah kedua belah pihak memberikan seluruh
kemampuan,usaha dan prestasi mereka sesuai dengan yang tertera di dalam surat
perjanjia.
2.Asas
Konsensualitas
Dalam konteks ini,maksdunya adalah perjanjian tersebut sudah dinyatakan sah
oleh kedua belah pihak dan bukan merupakan suatu perjanjian yang bersifat
formalitas belaka.
3.Perjanjian Berlaku
sebagai Undang-undang
Dalam konteks ini,maksudnya adalah perjanjian yang telah dibuat dan sudah
disahkan dianggap sebagai acuan yang mengikat kedua belah pihak untuk bertindak
sesuai isi perjanjian.
4.Asas Kepribadian
Dalam konteks
ini,maksudnya adalah perjanjian tersebut dibuat hanya mengaitkan kedua belah
pihak saja dan tidak ada pihak ketiga yang dirugikan akibat perjanjian
tersebut.
5.Kebebasan
Berkontrak
Menyangkut:
1.Kebebasan untuk
membuat atau tidak membuat perjanjian
2.Kebebasan untuk
memilih dengan siapa akan melakukan perjanjian
3.Kebebasan untuk
menetukan obyek perjanjian
4.Kebebasan untuk
menentukan bentuk perjanjian
Apabila azas-azas diatas telah terpenuhi,maka hukum perjanjian dapan dapat
dilaksanakan dengan membuat surat perjanjian yang melampirkan identitas kedua
belah pihak dan obyek perjanjian,dan tidak lupa dilengkapi dengan materai
.Apabila obyek perjanjian menyangkut masalah seperti warisan atau jual beli
tanah,maka pengesahannya dilakukan dengan melibatkan notaries.
Pengertian Hukum Perjanjian
1. Menurut Kitab Undang Undang Hukum
Perdata
Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi :
Perjanjian menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi :
“Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Ketentuan pasal ini sebenarnya kurang begitu memuaskan, karena ada beberapa
kelemahan. Kelemahan- kelemahan itu adalah seperti diuraikan di bawah ini:
a) Hanya menyangkut sepihak saja, hal ini diketahui dari
perumusan, “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
atau lebih lainnya”.
b) Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus
c) Pengertian perjanjian terlalu luas
d) Tanpa menyebut tujuan
e) Ada bentuk tertentu, lisan dan tulisan
f) Ada syarat- syarat tertentu sebagai isi perjanjian,
seperti disebutkan di bawah ini:
1. syarat ada persetuuan kehendak
2. syarat kecakapan pihak- pihak
3. ada hal tertentu
4. ada kausa yang halal
2. Menurut Rutten
Perjanjian adalah perbuatan hokum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hukum yang ada, tergantung dari persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.
Perjanjian adalah perbuatan hokum yang terjadi sesuai dengan formalitas-formalitas dari peraturan hukum yang ada, tergantung dari persesuaian pernyataan kehendak dua atau lebih orang-orang yang ditujukan untuk timbulnya akibat hukum demi kepentingan salah satu pihak atas beban pihak lain atau demi kepentingan dan atas beban masing-masing pihak secara timbal balik.
3. Menurut adat
Perjanjian menurut adat disini adalah perjanjian dimana pemilik rumah memberikan ijin kepada orang lain untuk mempergunakan rumahnya sebagai tempat kediaman dengan pembayaran sewa dibelakang (atau juga dapat terjadi pembayaran dimuka).
Perjanjian menurut adat disini adalah perjanjian dimana pemilik rumah memberikan ijin kepada orang lain untuk mempergunakan rumahnya sebagai tempat kediaman dengan pembayaran sewa dibelakang (atau juga dapat terjadi pembayaran dimuka).
DASAR-DASAR HUKUM PERJANJIAN
A. PERJANJIAN PADA UMUMNYA
Menurut Pasal 1313 KUH Perdata Perjanjian adalah Perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
atau lebih. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum antara dua
orang atau lebih yang disebut Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan
kewajiban masing-masing pihak. Perjanjian adalah sumber perikatan.
A.1. Azas-azas Hukum Perjanjian
Ada beberapa azas yang dapat ditemukan dalam Hukum
Perjanjian, namun ada dua diantaranya yang merupakan azas terpenting dan
karenanya perlu untuk diketahui, yaitu:
- Azas Konsensualitas, yaitu bahwa suatu perjanjian dan perikatan yang timbul telah lahir sejak detik tercapainya kesepakatan, selama para pihak dalam perjanjian tidak menentukan lain. Azas ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian.
- Azas Kebebasan Berkontrak, yaitu bahwa para pihak dalam suatu perjanjian bebas untuk menentukan materi/isi dari perjanjian sepanjang tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan dan kepatutan. Azas ini tercermin jelas dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
- STANDAR KONTRAK
Pengertian
·
adalah perjanjian yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis
berupa formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas, untuk
ditawarkan kepada para konsumen tanpa memperhatikan perbedaan kondisi para
konsumen (Johannes Gunawan)
perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir (Mariam
Badrulzaman)
is
one in which there is great disparity of bargaining power that the weaker party
has no choice but to accept the terms imposed by the stronger party or forego
the transaction.
Perjanjian baku adalah perjanjian yang dipakai sebagai patokan atau pedoman
bagi siapapun yang menutup perjanjian dengannya tanpa kecuali, dan disusun
terlebih dahulu secara sepihak serta dibangun oleh syarat-syarat standar,
ditawarkan pada pihak lain untuk disetujui dengan hampir tidak ada kebebasan
bagi pihak yang diberi penawaran untuk melakukan negosiasi atas apa yang
ditawarkan, sedangkan hal yang dibakukan, biasanya meliputi model, rumusan, dan
ukuran.
Menurut Mariam Darus, standar kontrak terbagi dua yaitu
umum dan khusus.
1.Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
1.Kontrak standar umum artinya kontrak yang isinya telah disiapkan lebih dahulu oleh kreditur dan disodorkan kepada debitur.
2. Kontrak standar khusus, artinya kontrak standar
yang ditetapkan pemerintah baik adanya dan berlakunya untuk para pihak
ditetapkan sepihak oleh pemerintah.
Berdasar ketentuan hukum yang berlaku pasal 1320 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian dinyatakan sah apabila telah
memenuhi 4 syarat komulatif yang terdapat dalam pasal tersebut, yaitu :
1. Adanya kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri
Bahwa semua pihak menyetujui/sepakat mengenai materi yang diperjanjikan, dalam hal ini tidak terdapat unsur paksaan, intimidasi ataupun penipuan
.
1. Adanya kesepakatan para pihak untuk mengikatkan diri
Bahwa semua pihak menyetujui/sepakat mengenai materi yang diperjanjikan, dalam hal ini tidak terdapat unsur paksaan, intimidasi ataupun penipuan
.
2. Kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian
Kata kecakapan yang dimaksud dalam hal ini adalah bahwa para
pihak telah dinyatakan dewasa oleh hukum, (ukuran dewasa sesuai ketentuan
KUHPerdata adalah telah berusia 21 tahun; sudah atau pernah menikah), tidak
gila, tidak dibawah pengawasan karena perilaku yang tidak stabil dan bukan
orang-orang yang dalam undang-undang dilarang membuat suatu perjanjian
tertentu.
3. Ada suatu hal tertentu
Bahwa obyek yang diperjanjikan dapat ditentukan dan dapat
dilaksanakan oleh para pihak.
4. Adanya suatu sebab yang halal
Suatu sebab dikatakan halal apabila sesuai dengan ketentuan
pasal 1337 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yaitu :
• tidak bertentangan dengan ketertiban umum
• tidak bertentangan dengan kesusilaan
• tidak bertentangan dengan undang-undang
• tidak bertentangan dengan kesusilaan
• tidak bertentangan dengan undang-undang
§ MACAM-MACAM PERJANJIAN
Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara, antara
lain:
1. Perjanjian Cuma Cuma (pasal 1314 KUHPERdata)
1. Perjanjian Cuma Cuma (pasal 1314 KUHPERdata)
suatu persetujuan dengan cuma cuma adalah suatu persetujuan
dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain,
tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
perjanjian dengan cuma cuma adalah perjanjian yang
memberikan keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misal: Hibah
2. Perjanjian atas beban
Perjanjian atas beban adalh perjanjian dimana terhadap prestasi
dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain dan antara
kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. Jadi, dua pihak dalam
memberikan prestasi tidak imbang.
Contoh: Perjanjian pinjam pakai —-> debitur mempunyai
beban untuk mengembalikan barang, sedangkan kreditur tidak.
Perjanjian cuma cuma dan atas beban penekanan perbedaannya ada di PRESTASI
3. Perjanjian Timbal balik
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan
kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Hak dan Kewajiban harus imbang. Misal:
Perjanjian Jual Beli
4. Perjanjian Sepihak.
Hanya ada satu hak saja dan hanya ada satu kewajiban saja.
cntoh: Hibah
Perjanjian Timbal Balik dan Sepihak penekanan perbedaannya
ada di hak dan kewajiban.
5. Perjanjian Konsesual
Perjanjian Konsesual adalah perjanjian di mana diantara
kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan
perikatan. Menurut KUPDT, perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat.(
Pasal 1338)
6. Perjanjian RIIL
perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadi
penyerahan barang. Misal: Perjanjian penitipan barang, PErjanjian pinjam pakai.
7. Perjanjian Formil
Perjanjian yang harus memakai akta nota riil. contoh: jual
beli tanah.
8. Perjanjian bernama dan tidak bernama
Perjanjian bernama (nomina) adalah perjanjian yang sudah
diatur dan diberi nama di dalam KUHPDT.
Perjanjian tidak bernama (innomina) adalah perjanjian yang
tidak diatur dalam KUHPDT, namun perjanjian berkembang dalam masyarakat.
Contoh: Perjanjian kerja sama, Perjanjian pemasaran, Perjanjian pengelolaan.
9. Perjanjian Obligatoir.
PErjanjian obligatoir adalah perjanjian dimana pihak pihak
sepakat, mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak
lain. Perjanjian obligatoir hanya melahirkan hak dan kewajiban saja,
pelaksanaannya nanti.
10. Perjanjian Liberatoir
Perjanjian Liberatoir adalah perjanjian di mana para pihak
membebaskan diri dari kewajiban yang ada. Misal Pembebasan Utang
- Syarat Sahnya Perjanjian
Menurut Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, sahnya
perjanjian harus memenuhi empat syarat yaitu :
1. Sepakat untuk mengikatkan diri Sepakat maksudnya adalah
bahwa para pihak yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju untuk
seia sekata mengenai segala sesuatu yang diperjanjikan. Kata sepakat ini harus
diberikan secara bebas, artinya tidak ada pengaruh dipihak ketiga dan tidak ada
gangguan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Kecakapan untuk
membuat suatu perjanjian berarti mempunyai wewenang untuk membuat perjanjian
atau mngadakan hubungan hukum. Pada asasnya setiap orang yang sudah dewasa dan
sehat pikirannya adalah cakap menurut hukum.
3. Suatu hal tertentu Suatu hal tertentu merupakan pokok
perjanjian. Syarat ini diperlukan untuk dapat menentukan kewajiban debitur jika
terjadi perselisihan. Pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian
harus mempunyai sebagai suatu pokok yang paling sedikit ditetapkan jenisnya.
4. Sebab yang halal Sebab ialah tujuan antara dua belah
pihak yang mempunyai maksud untuk mencapainya. Menurut Pasal 1337 KUHPerdata,
sebab yang tidak halal ialah jika ia dilarang oleh Undang Undang, bertentangan
dengan tata susila atau ketertiban. Menurut Pasal 1335 KUHPerdata, perjanjian
tanpa sebab yang palsu atau dilarang tidak mempunyai kekuatan atau batal demi
hukum.
Dua syarat yang pertama yaitu kesepakatan dan kecakapan yang
disebut syarat- syarat subyektif. Sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan
syarat objektif, karena mengenai perjanjian itu sendiri atau obyek dari
perbuatan hukum yang dilakukan.
- Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti
penting bagi :
a) kesempatan penarikan kembali penawaran;
a) kesempatan penarikan kembali penawaran;
b) penentuan resiko;
c) saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
d) menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata
dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak
lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak
terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Adabeberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas
suatu penawaran telah ditulissuratjawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak
itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b. Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah
saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal
lahirnya kontrak.
c. Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat
jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat
diterimanya jawaban, tak peduli apakahsurattersebut dibuka atau dibiarkan tidak
dibuka. Yang pokok adalah saatsurattersebut sampai pada alamat si
penerimasuratitulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
Pelaksanaan Perjanjian Itikad baik dalam Pasal 1338 ayat (3)
KUHPerdata merupakan ukuran objektif untuk menilai pelaksanaan perjanjian,
artinya pelaksanaan perjanjian harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan
kesusilaan. Salah satunya untuk memperoleh hak milik ialah jual beli.
Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan kewajiban yang telah
diperjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa. Perjanjian yang telah dibuat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh diatur atau dibatalkan secara sepihak saja.
- Pembatalan dan Pelaksanaan Perjanjian
Pembatalan Perjanjian Suatu perjanjian dapat dibatalkan oleh
salah satu pihak yang membuat perjanjian ataupun batal demi hokum. Perjanjian
yang dibatalkan oleh salah satu pihak biasanya terjadi karena;
1. Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak
diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
2. Pihak pertama melihat adanya kemungkinan pihak kedua
mengalami kebangkrutan atau secara financial tidak dapat memenuhi kewajibannya.
3. Terkait resolusi atau perintah pengadilan
4. Terlibat hokum
5. Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang
dalam melaksanakan perjanjian
Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena
undang-undang. Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu
tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau
karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Itikad baik yang sudah mendapat
kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian untuk ditaati oleh kedua belah pihak sebagai
suatu peraturan bersama. Isi perjanjian ini disebut prestasi yang berupa
penyerahan suatu barang, melakukan suatu perbuatan, dan tidak melakukan suatu
perbuatan.
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi 4
syarat:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Suatu pokok persoalan tertentu.
4. Suatu sebab yang tidak terlarang.
Dua syarat pertama disebut juga dengan syarat
subyektif, sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat
obyektif. Dalam hal tidak terpenuhinya unsur pertama (kesepakatan) dan
unsur kedua (kecakapan) maka kontrak tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan
apabila tidak terpenuhinya unsur ketiga (suatu hal tertentu) dan unsur keempat
(suatu sebab yang halal) maka kontrak tersebut adalah batal demi hukum.
Perjanjian harus ada kata sepakat kedua belah pihak karena
perjanjian merupakan perbuatan hukum bersegi dua atau jamak. Perjanjian adalah
perbuatan-perbuatan yang untuk terjadinya disyaratkan adanya kata sepakat
antara dua orang atau lebih, jadi merupakan persetujuan. Keharusan adanya kata
sepakat dalam hukum perjanjian ini dikenal dengan asas konsensualisme. asas ini
adalah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya sudah
dilahirkan sejak detik tercapainya kata sepakat.
Syarat pertama di atas menunjukkan kata sepakat, maka dengan
kata-kata itu perjanjian sudah sah mengenai hal-hal yang diperjanjikan. Untuk
membuktikan kata sepakat ada kalanya dibuat akte baik autentik maupun tidak,
tetapi tanpa itupun sebetulnya sudah terjadi perjanjian, hanya saja perjanjian
yang dibuat dengan akte autentik telah memenuhi persyaratan formil.
Subyek hukum atau pribadi yang menjadi pihak-pihak dalam
perjanjian atau wali/kuasa hukumnya pada saat terjadinya perjanjian dengan kata
sepakat itu dikenal dengan asas kepribadian. Dalam praktek, para pihak tersebut
lebih sering disebut sebagai debitur dan kreditur. Debitur adalah yang
berhutang atau yang berkewajiban mengembalikan, atau menyerahkan, atau
melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu. Sedangkan kreditur adalah
pihak yang berhak menagih atau meminta kembali barang, atau menuntut sesuatu
untuk dilaksanakan atau tidak dilaksanakan.
Berdasar kesepakatan pula, bahwa perjanjian itu dimungkinkan
tidak hanya mengikat diri dari orang yang melakukan perjanjian saja tetapi juga
mengikat orang lain atau pihak ketiga, perjanjian garansi termasuk perjanjian
yang mengikat pihak ketiga .
Causa dalam hukum perjanjian adalah isi dan tujuan suatu
perjanjian yang menyebabkan adanya perjanjian itu. Berangkat dari causa ini
maka yang harus diperhatikan adalah apa yang menjadi isi dan tujuan sehingga
perjanjian tersebut dapat dinyatakan sah. Yang dimaksud dengan causa dalam
hukum perjanjian adalah suatu sebab yang halal. Pada saat terjadinya
kesepakatan untuk menyerahkan suatu barang, maka barang yang akan diserahkan
itu harus halal, atau perbuatan yang dijanjikan untuk dilakukan itu harus
halal. Jadi setiap perjanjian pasti mempunyai causa, dan causa tersebut
haruslah halal. Jika causanya palsu maka persetujuan itu tidak mempunyai
kekuatan. Isi perjanjian yang dilarang atau bertentangan dengan undang-undang
atau dengan kata lain tidak halal, dapat dilacak dari peraturan
perundang-undangan, yang biasanya berupa pelanggaran atau kejahatan yang
merugikan pihak lain sehingga bisa dituntut baik secara perdata maupun pidana.
Adapun isi perjanjian yang bertentangan dengan kesusilaan cukap sukar
ditentukan, sebab hal ini berkaitan dengan kebiasaan suatu masyarakat sedangkan
masing-masing kelompok masyarakat mempunyai tata tertib kesusilaan yang
berbeda-beda.
Secara mendasar perjanjian dibedakan menurut sifat yaitu :
1. Perjanjian Konsensuil
Adalah perjanjian dimana adanya kata sepakat antara para
pihak saja, sudah cukup untuk timbulnya perjanjian.
2. Perjanjian Riil
Adalah perjanjian yang baru terjadi kalau barang yang
menjadi pokok perjanjian telah diserahkan.
3. Perjanjian Formil
Adalah perjanjian di samping sepakat juga penuangan dalam
suatu bentuk atau disertai formalitas tertentu.
Sumber :
https://nadyasm.wordpress.com/2014/05/25/tugas-softskill-hukum-perjanjian-standar-kontrak-macam-macam-perjanjian-syarat-syarat-perjanjian-saat-lahirnya-perjanjian-pembatalan-dan-pelaksanaan-perjanjian/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar